Kedudukan Nabi dalam Keyakinan Syiah
Menurut akidah dan keyakinan Syiah, Nabi Muhammad saw adalah seorang Nabi dan Rasul. Karena beliau adalah nabi yang terakhir, maka tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelahnya. Nabi Muhammad saw termasuk salah satu dari para nabi Ulul Azmi dan membawa ajaran syariat baru dari sisi Allah swt untuk manusia. Nabi saw adalah orang pertama dari empat belas manusia suci. Beliau bukan hanya maksum dalam penerimaan wahyu tetapi dalam segala aspek kehidupannya pun terjaga dari dosa. Begitu juga telah dinukil bahwa Nabi saw memiliki beberapa mukzijat dan yang terpenting dari itu semua adalah Alquran.
BIODATA RASULULLAH SAW, JUNJUNGAN BESAR NABI MUHAMMAD SAW
USIA 9 TAHUN (Setengah riwayat mengatakan pada usia 12 tahun).
RINGKASAN BIODATA RASULULLAH SAW (INFOGRAFIK JAKIM)
Peperangan dan konflik di Madinah
Semenjak Nabi saw mengikat perjanjian Aqabah kedua dengan penduduk Madinah, telah diperkirakan bahwa pertempuran berdarah tak akan terelakkan lagi.[52] Perang pertama yang diikuti Rasulullah atau dikenal dengan ghazwah terjadi pada tahun kedua setelah hijrah di bulan Safar yang mana ghazwah tersebut dinamakan Abwa dan atau Waddan. Pada pengiriman pasukan kali ini tidak terjadi pertempuran. Setelah itu terjadi ghazwah Buwath pada bulan Rabi al-Awal yang juga tidak terjadi pertempuan di dalamnya. Pada Jumadil Awal diberitakan bahwa akan ada rombongan Quraisy yang dipandu oleh Abu Sufyan dari Mekah menuju Syam. Nabi menyusul mereka sampai ke tempat yang bernama Dzat al-'Asyirah namun rombongan itu sudah melewati tempat tersebut. Peperangan gazwah ini tidak memberikan hasil karena ada beberapa orang yang menjadi mata-mata musuh di dalam kota Madinah yang memberitahu tentang rencana-rencana Nabi saw dan sebelum pasukan bergerak, mata-mata itu menyampaikan diri mereka menuju rombongan musuh dan mereka diberitahu tentang bahaya yang akan menghadang. Dengan begitu para rombongan merubah haluan perjalanan mereka atau lebih mempercepat waktu perjalanan mereka.[53]
Akhirnya pada tahun kedua hijriah tersebut, terjadilah pertempuran militer yang sangat penting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Badar, meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dari orang-orang Mekah, namun mereka mampu meraih kemenangan dan banyak dari kaum musyrikin yang tewas terbunuh dan menjadi tawanan dan selainnya melarikan diri.[54] Dalam perang ini Abu Jahal dan sebagian lainnya yang berjumlah kurang lebih 70an orang dari para pembesar dan keturunan para pembesar tewas dan sejumlah itu pula tertawan. Dan dari pihak muslimin hanya 14 orang yang syahid. Dalam peperangan Amirul Mukminin Ali as, selain pengorbanan-pengorbanan dan bantuan serta pertolongan yang beliau lakukan untuk Nabi saw, beliau juga membentengi pasukan Islam dan berhasil membunuh beberapa orang (36 atau 37 orang Quraisy terbunuh di tangannya) dari pejuang-pejuang Mekah yang terkenal dengan keberanian mereka dan dengan keberanian beliau jugalah kemenangan pasukan Islam berhasil diraih.[55]
Ajakan Nabi kepada Kepala-kepala Negara untuk Masuk Islam
Pasca perdamaian Hudaibiyah, Nabi saw yang pada batasan tertentu merasa tenang dari penyelewengan-penyelewengan dan kelancangan-kelancangan Quraisy, pada tahun ke-7 H berencana untuk mengajak para pemimpin dan para raja yang memiliki kekuasaan di sekitar daerahnya. Kemudian beliau mengirimkan beberapa surat kepada imperatur Roma Timur, Iran, Najasyi dan juga Amir Ghasaniyan Syam dan Amir Yamamah.[71]
Disebabkan Perjanjian Hudaibiyah telah ditentukan bahwa setiap kabilah dapat mengikat tali perjanjian dengan kedua kelompok Quraisy atau muslimin. Khuza'ah mengikat perjanjian dengan Muhammad saw dan Bani Bakar mengadakan perjanjian dengan Quraisy. Pada tahun ke-8, terjadi pertempuran antara Bakar dan Khuza'ah, dan Quraisy membantu Bani Bakar untuk mengalahkan Khuza'ah. Dengan demikian, perundingan Hudaibiyah pun terbengkalai, karena Quraisy telah memerangi kabilah yang mengadakan perjanjian dengan Nabi saw. Abu Sufyan yang tahu akan hal itu, kekurangajaran ini jelas tidak lepas dari balasan, langsung dia pergi berangkat ke Madinah mungkin perundingan itu dapat diperbaharui akan tetapi dia datang dengan tidak membawa hasil.
Pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, Nabi saw bersama dengan 10.000 orang pergi beranjak ke Mekah. Dan pemberangkatan ini sengaja disusun dengan rapi supaya perjalanan beliau tidak diketahui oleh seorangpun. Setelah pasukan sampai ke daerah Mar al-Zhuhran, Abbas, paman Nabi, ketika malam keluar dari kemahnya, dan berhendak menemui seseorang di kota Mekah dan melalui perantaranya ia ingin memberikan pesan kepada orang-orang Quraisy bahwa sebelum mereka binasa hendaklah mereka berserah diri kepada Nabi saw. Pada malam itu, dia bertemu dengan Abu Sufyan dan ia melindunginya dan dibawa ke hadapan Nabi. Abu Sufyanpun menjadi muslim.
Di hari yang lain Nabi memerintahkan Abbas untuk menempatkannya di sebuah tempat yang layak sehingga pasukan muslimin berjalan lewat di depannya. Abu Sufyan yang melihat kebesaran muslimin kepada Abbas berkata: Kerajaan anak saudaramu sudah besar. Abbas berkata: Celaka engkau, ini adalah kenabian bukan kerajaan. Dia berkata: Ya begitulah! Abbas berkata kepada Nabi: Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang mau memiliki keistimewaan. Nabi berkata: Siapa saja yang kembali ke rumahnya dan menutup pintu rumahnya dia akan aman, siapa saja yang berlindung di rumah Abu Sufyan dia akan aman, siapa saja yang masuk ke Masjidil Haram dia akan aman. Pasukan yang begitu banyak perlahan-lahan memasuki kota Mekah. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa:
Nabi saw tiba di Masjid dan dalam keadaan mengendara mengelilingi Kakbah tujuh kali dan di depan pintu Kakbah berhenti dan berkata:
Penduduk Mekah melanggar segala bentuk pengakuan hukum, kecuali pelayanan kepada Kakbah dan pemberian minum kepada para jamaah haji. Nabi saw tinggal di Mekah selama dua hari dan membenahi seluruh pekerjaan kota. Salah satunya adalah mengirim orang-orang ke pinggiran-pinggiran Mekah supaya menghancurkan tempat-tempat peribadatan patung berhala dan patung-patung berhala yang mereka letakkan di dalam rumah Kakbah juga dihancurkan. Perbuatan yang dilakukan Nabi terhadap penduduk Mekah, telah menampakkan kemurahan Islam dan kebijaksanaan Nabi agama ini kepada para penentang. Quraisy yang selama 20 tahun ini tidak pernah lepas melecehkan dan menyakiti Nabi saw dan para pengikutnya takut dan khawatir akan pembalasan dan karena mereka mendengar jawaban mereka dari Nabi yang berkata: kalian semua telah aku bebaskan; maka semenjak hari itu, daripada mereka berperang dengan Islam, atas nama Islam mereka telah mengambil rencana untuk berperang dengan non muslim.[72]
Berpenampilan Rapi dan Teratur
Nabi saw dalam kehidupannya sangat-sangat rapi teratur. Beliau setelah membangun masjid, memberikan nama untuk setiap tiang masjid supaya mudah diketahui dan di samping tiang-tiang ini banyak hal yang telah dilakukan; tiang wufud (tempat para komisi), tiang Tahajjud (tempat menghidupkan malam-malam) dan... [105] Saf-saf salat begitu rapi dan teratur, beliau atur seakan-akan kayu-kayu panah yang teratur rapi tertata dan berkata: "Wahai hamba-hamba Allah, rapikanlah barisan saf kalian, karena jika tidak demikian, akan terjadi perbedaan di antara hati-hati kalian. Begitu juga benahi diri di dalam urusan kehidupan kalian". [106] Dia membagi waktu-waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk beribadah kepada Tuhan, sebagian waktunya dikhususkan untuk diri dan keluarganya, dan sebagian yang lainnya untuk diri dan lingkungan masyarakatnya. [107]
Nabi saw bercermin di depan kaca, merapikan rambut kepalanya dan menyisirnya, beliau berpenampilan bukan hanya untuk keluarganya namun untuk para sahabatnyapun beliau melakukan hal itu. [108] Dalam mengadakan perjalananpun dia menjaga dan memperhatikan kebersihan dan kerapiannya, dan dia selalu membawa bersamanya lima hal; cermin, celak, sisir, sikat gigi dan gunting. [109]
Di dalam Alquran Nabi saw disebut "Ummi". Dan istilah ini biasanya digunakan untuk seseorang yang tidak mampu membaca dan menulis, Nabi tidak membaca dan tidak menulis. Alquran berkata: "Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu" hal ini menunjukkan bahwa Nabi sebelum wahyu turun kepadanya, dia tidak membaca dan tidak menulis, di kelanjutan ayat tersebut Allah swt berfirman: "...andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)." [110]
Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya
Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]
Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]
Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:
Haji Terakhir Nabi saw dan Ghadir Khum
Nabi di bulan Dzulkaidah tahun ke-10 h telah berencana untuk melaksanakan haji terakhirnya. Dalam perjalanan inilah Rasulullah mengajarkan hukum-hukum haji kepada masyarakat. Sebelum Islam, Quraisy membuat beberapa keistimewaan untuk diri mereka sendiri. Selain mereka menjadi juru kunci Kakbah, pembuat tirai Kakbah, penerima tamu dan pemberi minum para jemaah haji, mereka juga membedakan diri mereka dari kabilah-kabilah lain dalam tata cara ziarah ke Baitullah. Dalam perjalanan ini Rasulullah menghapus apa yang dianggap istimewa oleh Quraisy untuk diri mereka dalam berziarah ke Baitullah sementara orang lain mereka halangi dari keistimewaan tersebut. Salah satu dari keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah di masa jahiliyah masyarakat beranggapan bahwa tawaf harus dengan kain suci dan kain itu bisa suci jika diambil dari Quraisy. Jika Quraisy tidak memberikan kain tawaf tersebut, dia harus tawaf secara telanjang. Keistimewaan lainnya adalah bahwa Quraisy tidak seperti jemaah-jemaah haji yang ada yang memulai amalan hajinya dari padang Arafah akan tetapi mereka memulai amalan hajinya dari Muzdalifah dan ini merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Alquran menghapus keistimewaan ini dengan ayat:
Dan masyarakat melihat Muhammad saw memulai hajinya dari Arafah sebagaimana masyarakat yang ada, padahal beliau termasuk dari Quraisy. Dalam perjalanan haji ini pula beliau berkata: Wahai masyarakat, aku tidak tahu apakah dapat melihat tahun mendatang atau tidak. Wahai masyarakat, setiap darah yang tertumpah di masa jahiliyah telah aku lupakan. Harta dan darah kalian telah diharamkan satu dengan yang lainnya, hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian.
Kelahiran dan Masa Kecil
Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw tidak bisa diketahui dengan pasti. Ibnu Hisyam dan yang lainnya menulis bahwa tanggal kelahirannya terjadi pada Tahun Gajah; tetapi secara pasti tidak dapat juga ditentukan bahwa sebenarnya kapan dan pada tahun apa peristiwa perang gajah terjadi. Mengingat bahwa para sejarawan menulis tentang hari wafat Nabi Muhammad saw pada tahun 632, dan ketika wafat ia berumur 63 tahun, maka tahun kelahirannya dapat diperkirakan sekitar tahun 569- 570. [5]
Hari kelahiran Nabi besar Islam menurut pendapat masyhur Syiah adalah 17 Rabiul Awwal dan menurut pendapat masyhur Ahlusunah adalah 12 Rabiul Awwal.[6]
Nabi lahir di kota Makkah. Sebagian referensi meyakini bahwa tempat kelahirannya adalah Syi'ib Abi Thalib di rumah Muhammad bin Yusuf [7]
Alquran menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim dan banyak dari sumber-sumber sejarah yang juga membuktikan hal tersebut. [8] Abdullah, ayah Muhammad saw, beberapa bulan setelah melakukan pernikahan dengan Aminah binti Wahb, kepala suku dari kabilah bani Zuhrah, pergi untuk melakukan perjalanan dagang ke Syam dan ketika pulang ia meninggal dunia di kota Yastrib. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Muhammad saw. Selanjutnya Muhammad saw menjalani masa penyusuannya pada seorang perempuan bernama Halimah, dari kabilah bani Sa'ad.
Di saat Muhammad berusia 6 tahun 3 bulan (dan menurut sebagian 4 tahun), ibunya Sayidah Aminah, telah membawanya ke Yatsrib untuk berkunjung ke rumah sanak dan familinya (dari pihak ibu Abdul Muththalib dari kabilah Bani Ady bin Najjar). Dan dalam perjalanan pulang ke Makkah, Sayidah Aminah meninggal dunia di daerah bernama Abwa' dan dipusarakan di sana. Sayidah Aminah ketika wafat berusia 30 tahun. [9] Setelah Sayidah Aminah wafat, Abdul Muththalib, kakek Nabi dari pihak ayah yang kemudian bertanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, Abdul Muththalib mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. [10]
Berkenaan dengan kehidupan Nabi Muhammad saw banyak keterangan-keterangan dan penjelasan yang dimuat dalam teks-teks sejarah, dan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kehidupannya tercatat lebih lengkap secara akurat dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Namun meskipun demikian, masih ada beberapa hal yang belum jelas secara terperinci mengenai hal-hal partikular dari kehidupannya dan terkadang masih ada kesamaran-kesamaran dan perbedaan pendapat tentangnya.
Pertempuran dengan Kaum Yahudi
Pertempuran pertama dengan kaum Yahudi terjadi beberapa pekan setelah terjadinya perang Badar dan kemenangan besar kaum muslimin. Kaum Yahudi Bani Qainuqa' bertinggal di sebuah benteng di luar kota Madinah dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka berpandai emas dan besi. Para ahli sejarah menulis bahwa suatu hari seorang perempuan arab pergi ke pasar dan menjual barang-barangnya di pasar Bani Qainuqa' dan duduk di depan pintu toko pandai emas, salah seorang Yahudi mengikat pakaiannya pada salah satu yang ada dibelakangnya, lalu perempuan itu berdiri kemudian sebagian pakaiannya tersangkut dengan bagian yang terikat dan orang-orang Yahudi menertertawakannya. Kemudian perempuan itu berteriak memanggil kaum muslimin dan meminta pertolongan mereka.
Lalu perseteruan sengitpun meluap, seorang muslim menolong perempuan itu dan seorang Yahudi itu dibunuhnya. Kaum Yahudi mengamuk dan membunuh seorang muslim tadi kemudian fitnahpun memanas kebencian menyulut. Setelah kejadian ini, Nabi saw menakut-nakuti kaum Yahudi atas akibat perbuatan orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka lakukan dan mengecam kepada mereka jika kalian masih mau tinggal di sini maka mereka harus menyerah. Bani Qainuqa' berkata: Kau jangan tertipu dengan kekalahan penduduk Mekah, mereka bukan pemuda-pemuda ahli perang. Jika kami berperang denganmu, maka akan kami tunjukkan padamu siapa kami dan apa yang dapat kami perbuat kepadamu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berkenaan dengan hal ini:
Nabi terpaksa mengepung dan mengurung mereka, dan pengepungan mereka berlangsung selama 15 hari, siang dan malam. Ketika mereka menyerahkan diri, Abdullah bin Ubay memohon-mohon supaya Nabi membiarkan mereka hidup dan tidak membunuh mereka, dan mengasingkan mereka ke kota Syam. Pengepungan sekelompok dari kaum Yahudi ini terjadi di bulan Syawal pada tahun kedua hijrah.[57]
Tahun ke-3 H, para Quraisy meminta bantuan kepada para sekutunya untuk bersatu menentang kaum muslimin dan dengan pasukan yang bersenjatakan lengkap bergerak berjalan menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan. Mulanya Nabi saw ingin menetap di Madinah, namun pada akhirnya, beliau merencanakannya di luar kota untuk menghadapi pasukkan musuh yang datang dari Mekah. Di sebuah tempat dekat gunung Uhud, kedua pasukan berhadap-hadapan satu dengan yang lainnya dan meskipun pada mulanya kemenangan berada di pihak kaum muslimin namun dengan strategi yang digunakan oleh Khalid bin Walid dengan mengambil kesempatan dari kelalaian kelompok kaum muslimin, kaum musyrikin menyerang dari belakang dan mulai sibuk membunuh dan menghabisi kaum muslimin. Dalam peperangan ini Sayidina Hamzah paman Nabi saw syahid dan Nabi sendiri terluka dan isu terbunuhnya Nabi juga membuat semangat perang kaum muslimin menjadi lemah. Kaum muslimin sedih dan kembali ke kota Madinah dan beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa ini turun, yang isinya mencakup belasungkawa kepada kaum muslimin.
Konspirasi Dar al-Nadwah
Ketika Quraisy mengetahui perjanjian Nabi dengan penduduk Yatsrib dan dukungan dan perlindungan mereka terhadap Nabi saw, mereka tidak lagi mempedulikan perjanjian-perjanjian kabilah dan kemudian mereka melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi saw. Namun membunuhnya bukanlah hal yang mudah, karena bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Kaum Quraisy untuk menemukan cara yang baik dalam menerapkan rencana itu, mereka membuat sebuah pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad saw dan semua dengan serentak mengayunkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena akan berperang dengan seluruh kabilah dan itu untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.
Pada malam dimana kaum Quraisy ingin melaksanakan konspirasinya, Nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah dan Ali as tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit). Ia bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari bersembunyi di goa yang bernama Tsaur sehingga orang-orang yang mencari-cari mereka berdua berputus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [40]
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah mengenai hari keluarnya Rasulullah saw dari Mekah dan sampainya Nabi di Madinah.
Ibnu Hisyam yang mencatat garis perjalanannya menulis: Rasulullah saw sampai di kota Quba pada pertengahan hari Senin 12 Rabiul Awwal. Sementara Ibnu Kalbi menulis bahwa keluarnya Nabi (dari Mekah) pada hari Senin 1 Rabiul Awwal dan sampai ke Quba pada hari Jum'at tanggal 12 di bulan Rabiul Awwal tersebut. Sebagian lagi menulis bahwa tibanya Rasulullah saw pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Para sejarawan muslim kontemporer dan sejumlah peneliti Eropa berpendapat, Rasulullah saw telah menghabiskan waktu selama 9 hari di perjalanan dan pada 12 Rabiul Awwal tahun 14 pasca bi'tsat, bertepatan dengan 24 September 622. tiba di kota Quba yang berdekatan dengan Madinah. (perlu rujukan)
Momentum hijrahnya Nabi saw dari Mekah ke Madinah menjadi awal penanggalan Islam. Dalam perhentiannya di kota Quba, Rasululullah saw membangun sebuah masjid yang bernama Masjid Quba. [41]
Pasca hijrahnya Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib as masih tinggal dan menetap di Mekah selama 3 hari. Ia mengembalikan titipan-titipan masyarakat di sisi Rasulullah saw kepada para pemiliknya . Ia kemudian berangkat ke Madinah bersama perempuan-perempuan bani Hasyim yang mana Fatimah sa, putri Rasulullah termasuk salah seorang yang ada di antara mereka. Dan di kota Quba mereka bergabung dengan Rasulullah di kediaman Kultsum bin Hadam. [42]
Rasulullah saw pada hari Jum'at, 12 Rabiul Awwal bersama dengan kelompok dari Bani al-Najjar melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Salat Jum'at pertama dilaksanakan di Kabilah Bani Salim bin Auf. Ketika Rasulullah saw memasuki gerbang kota Madinah, pemimpin dari setiap kabilah atau setiap kepala keluarga menghendaki Rasulullah saw menetap di tempat kediamannya supaya mendapat kebanggaan tersendiri dari yang lainnya, maka Rasulullah saw berkata:
Unta Rasulullah saw kemudian menghentikan langkahnya dan duduk di areal perumahan bani Malik bin Najjar, di atas sebuah tanah milik dua anak yatim. Kemudian Nabi saw membeli tanah tersebut dari Muadz bin 'Afra yang mengasuh kedua anak yatim tersebut dan di atasnya Masjid Nabi dibangun sebagai tanah dasar pondasi Masjid Nabawi. Abu Ayyub al-Anshari kemudian membawa masuk barang-barang perjalanan Nabi saw ke dalam rumahnya dan untuk sementara Nabi Muhammad saw akan tinggal di rumah itu sampai kamar yang dibangun untuknya siap ditempati.
Nabi Muhammad saw juga bekerjasama dengan kaum muslimin dalam pembangunan masjid. Dari satu sisi masjid, juga disediakan sebuah halaman yang disebut Suffah, sehingga para pendukungnya yang kurang mampu dan tidak memiliki tempat tinggal, bisa menetap di tempat tersebut. Mereka yang tinggal di Suffah itulah yang kemudian dikenal dengan Ashab al-Suffah. [43]
Hari demi hari, jumlah kaum Muhajirin kian bertambah dan kaum Anshar -yang sekarang hanya dapat dikhususkan untuk penduduk Yatsrib terdahulu- dengan suka rela dan penuh semangat menyambut kedatangan mereka dan menyediakan tempat tinggal untuk mereka. Langkah pertama yang dilakukan Nabi saw adalah mempersaudarakan antara Kaum Anshar dengan Muhajirin, dan ia sendiri memilih Ali as sebagai saudaranya. [44] Ada pula sejumlah kecil dari mereka yang secara lahiriah mengklaim dirinya sebagai orang Islam, namun hati mereka tidak beriman, mereka ini adalah kaum munafik. Beberapa waktu setelah Nabi Muhammad saw memasuki kota Madinah, ia mengikat sebuah perjanjian dengan warga Madinah, termasuk kaum Yahudi supaya mereka saling menjaga hak-hak sosial mereka.[45] (Lihat: surat perjanjian umum pertama dalam Islam.)